Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2022

SAAT TERAKHIR

Seorang remaja lelaki menangis dalam diam sambil memukul-mukul kepalanya sendiri, di samping jenazah ibunya. Sore tadi ia pergi dalam keadaan marah setelah bertengkar dengan ibunya. Setelah bermain sepak bola, ia masih nongkrong menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Tak ada telpon dari ibunya yang menyuruhnya pulang. Sebabnya adalah ia baru mengganti nomor ponselnya dan belum memberitahukan nomor barunya ke siapapun termasuk ibunya. Pukul 22.00 malam ketika kembali ke rumah, ramai orang berkumpul dan menyambutnya dengan mata sembab. Ibunya yang memang sering sakit-sakitan ternyata sudah pergi untuk selamanya. Saat terakhir bersama ibunya adalah ketika bertengkar sore tadi. Andai saja waktu bisa diputar kembali. *** Seorang gadis sibuk mengurai alasan dalam percakapan jarak jauh bersama ibunya yang sedang terbaring di rumah sakit. Ibunya memintanya untuk pulang namun rasanya susah untuk dikabulkannya. Lagi banyak pekerjaan, susah minta cuti, tiket lagi mahal, minggu depan pun belum

Gen Y di Pedalaman Pulau Timor

Sebagai Millenials atau generasi Y yang lahir di pertengahan tahun 80an, aku juga pun mengalami masa transisi dari hal-hal yang bersifat analog ke digital. Bedanya karena tumbuh besar di daerah terpencil, pengalaman masa kecilku lebih banyak berputar pada dunia non digital. Siaran TV komersil sudah banyak bermunculan dengan segala macam tayangan menariknya. Sayangnya, listrik di daerah kami hanya dinyalakan pada malam hari saja. Satu-satunya hiburan adalah TV, namun terbatas jam malam ala Bapak dan Ibu. Alasannya ya karena tidak ada tayangan untuk anak-anak di malam hari. Pagi hingga sore hari, karena listrik tidak menyala, yang bisa kami lakukan hanya bermain di luar rumah. Segala macam permainan tradisional seperti petak umpet, lompat tali, atau adu karet gelang akan dimainkan. Permainan tradisional seperti ini hanya bisa dilakukan secara beramai-ramai. Teman bermain kami biasanya adalah anak-anak tetangga di lingkungan koramil yang sekaligus juga teman satu sekolah. Tempat bermainny

In Memorial: Ramadan dan Idulfitri di Rantau Orang

Salah satu tantangan di perantauan adalah menjadi minoritas, terutama dalam masalah kepercayaan. Seperti yang kualami semasa kecil di salah satu wilayah Timor Leste. Tumbuh besar di wilayah ini sejak usia satu setengah tahun membuatku tidak pernah membandingkan apapun dan cenderung membuat kesimpulan sendiri berdasarkan pengamatan. Salah satunya adalah bahwa kaum muslim di bulan Ramadan beribadah di Aula Kodim * sigh . Kesimpulan sepihak itu buru-buru diralat oleh ibuku. Beliau berkata, ini hanya karena keadaan darurat saja, karena kita belum punya masjid. Tak ada masjid satu pun di kabupaten ini. Itulah mengapa kemudian ketika Ramadan tiba, para muslim pendatang, umumnya pedagang, polisi, tentara, guru ataupun pegawai instansi pemerintah lainnya, sepakat melaksanakan salat tarawih berjamaah di Aula Kodim yang lumayan luas.  Aku pun mengingat informasi baru itu dengan sebaik-baiknya dan tidak lagi bertanya ketika suatu waktu kami pindah, lalu salat tarawihnya diadakan di rumah. Baoknan